Sunday, November 30, 2014

Aku manusia. Kamu juga manusia. Mereka pun manusia. Kita berada di bawah kingdom yang sama, bahkan spesies yang sama. Tapi Tuhan biarkan kita tak mampu mengetahui jalan pikiran masing-masing kepala. Kecuali dengan satu cara. Bicara.

Bicaralah dengan raga, bicaralah dengan aksara, atau bicaralah dengan lisanmu. Apapun, bicaralah. Biarkan orang lain mengerti, biarkan aku memahami, biarkan mereka mengetahui. Karena terkadang prasangka justru menjadi bumerang untuk diri kita sendiri.

Ditulis olehku, untuk yasmin yang lebih suka berdiam dan menyimpan

Tuesday, November 25, 2014

Roof top. Tempatku memandang langit, tempatku menikmati senja, tempatku berbicara dengan diriku, tempatku merasakan dinginnya tetesan hujan, tempatku mengagumi bintang, tempatku terpukau oleh bulan.

Hari ini kunyatakan, aku ingin punya rooftop di rumah kami. Sebuah rumah dengan satu lantai di bawah, dan sebuah rooftop di lantai dua. Rooftop tempatku menceritakan tentang langit, tentang burung, tentang atmosfer, tentang awan, tentang senja, tentang bulan, tentang apapun, pada gadis kecil yang kelak memanggilku Mama. Rooftop tempat kami menanti datangnya pelangi selepas gerimis. Rooftop tempat kami mengagumi setiap jengkal bumi yang menghampar luas di luar pagar. Rooftop yang mungkin  kelak menjadi ruang rapat kami, ruang kami bercengkerama, ruang celoteh mereka, ruang kami bercerita apapun.

Seperti itulah, rooftop.

Sunday, November 23, 2014

Aku kira pergi adalah jalan keluarnya
Aku kira hilang adalah pintu keluar dari semua labirin ini
Seperti air hujan, ia jatuh, meresap, kemudian taraaa
Ia hilang dan hanya menyisakan tanah basah di permukaan
Atau seperti pelangi, ia datang dengan memilah milih gerimis mana yang ia suka, kemudian ia pergi tanpa disadari

Namun ternyata sesulit ini
aku semakin sangsi mampu keluar dari tempat ini
Labirin yang kubuat sendiri
Kepercayaan diriku perlahan meluntur
Kepercayaan diri atas pertanggungjawaban untuk kembali
Yang dulu aku pastikan suatu saat kan kutemukan jalan pulang

Nyatanya aku tersesat

Tuesday, November 4, 2014

Hatiku menginginkan hujan turun hari ini. Namun langit berkata lain. Biru dan putih adalah warna yang Tuan Langit pilih. Warna hitam dan gelap yang aku tawarkan tak digubrisnya. Sejak umurku 21, tubuh ini belum tersentuh air hujan satu tetespun. Aku tau, hujan itu karunia. Tapi ini hanya cerita, bukan keluhan.

***

Di balik jendela yang kacanya seluas ini, ada setetes air sisa air conditioner yang mengharapkan Pemilik langit menurunkan sebagian airnya hari ini. Berharap dengan datangnya hujan, maka tubuhnya akan ikut mengalir ke laut. Berkumpul bersama sesamanya, dari sungai, sisa air minum, bahkan dari tetesan embun pagi hari. Ia akan menghilang bersama gelapnya langit, membisu di antara gemericik hujan.

Aku berlepas atas semua pikiran orang sekitar yang tak dapat kukendalikan. Aku hanya berusaha baik baik atas hidupku. Kadang terpeleset pada hal yang sama bahkan berulang tiap tahunnya. Atau mendengar ucapan di sana sini, bukan prioritasku hari ini.

Tentang wanita

"Pilihan katanya bijak sekali. Sikapnya menyenangkan bagi siapa memandang. Seorang wanita pekerja keras nan baik hati. Wanita ini, pesonanya kuat sekali."

Perjalanan #1