Friday, October 29, 2021

The wound inside

Setelah sempat mendengarkan tentang inner child di beberapa sosial media, terutama di channel Mbak Anisa Steviani. Disini :

Saya baru tahu kalau semua rasa-rasa yang terbentuk saat kita di bawah 18 tahun, akan tertanam di subconcious mind. Walaupun jduulnya subconcious, tapi dia tetap terakses dengan mudah. Hampir 95% nya akan ter-recall dan akan muncul, terutama ketika kita berada di sebuah hubungan!

Saya menyadari saya punya trust issue yang kuat. Sungguh saya takut untuk merasakan kehilangan, apalagi suami saya. Dulu saya bisa nangis hanya dengan kepikiran kalau suami saya pergi. Saya mempertanyakan apa karena saya terlalu cinta ya? hehe jayus, tapi ini serius. Saya betul-betul bertanya pada diri saya, apa kaya gini namanya jatuh cinta yang berlebihan.

Tapi semakin saya menggali emosi saya, saya teringat berbagai hal yang saya lalui TK-SD. Saya kehilangan sosok yang berharga dalam hidup saya. Yang saya selalu tunggu sosoknya di rumah. Yang saya selalu tunggu kehadirannya. Yang selalu saya tangisi kepergiannya. Sosok itu ada, raganya, tapi hatinya tidak bersama kami. Saat itu saya pikir saya cukup kuat. Karena buktinya saya tidak sering menangisi hal itu.

Walaupun sejak hari-hari itu, we barely talk to each other. Entah apa yang menahan saya, tapi saya selalu menahan diri untuk dekat physically apalagi emotionally. Saya merasa bersama dengan orang asing. Saya merasa sudah dibuang.

Belasan tahun kemudian saya baru sadar, kalau ada luka di hati saya, yang tidak pernah sembuh. Ternyata saya tidak pernah memaafkan. Lalu saya kabur, lari, pura-pura tidak peduli.

Hingga 4 tahun lalu saya menemukan suami saya, yang sungguhlah baik hatinya. Memberi saya kasih sayang yang saya selama ini cari. Saya langsung jatuh hati. Saya sadar, ternyata saya rindu disayangi. Ya, saya kesepian. 

Saya tidak tahu bagaimana memaafkan semua itu, dan berdamai dengan perasaan saya sendiri.
Tapi perasaan seperti ini ternyata membawa saya menjadi saya yang sekarang. Memaksa suami saya harus menjadi caregiver wounded person seperti saya. Emosi saya yang tidak stabil, pasti berat untuk dihadapi.
Suami saya tidak menyadari redflag dalam diri saya, ketika awal kami bertemu. Ternyata saya adalah toxic partner dalam toxic relationship kami.

Saya harus diobati. Suami saya terlalu baik untuk memiliki istri yang sakit seperti saya.

Perjalanan #1