Monday, April 29, 2013

Surat Cinta

Jika belajar adalah ibadah, maka berprestasi adalah bentuk syukur lebihmu (Yasmin, 2013)


Mimpi-mimpi yang kurajut sehelai demi sehelai
Semoga senantiasa hanya untukMu
Sehingga setiap peluh, setiap lelah
Mampu menjadi saksi syukurku di hadapanMu kelak

Sehingga setiap detik usaha kecilku ini
'Mampu' mencicil sebagian nikmat syurgaMu
Mampu memantaskan diriku atas rahmatMu Ya Rabb

Karena langkah kecilku ini
Hanya wujud rasa syukurku padaMu
Syukur seorang Yasmin atas umur,
atas ilmu,
atas kesempatan,
atas semua yang Allah beri bahkan tanpa hamba minta

Ingin sekali seperti Muhammad nabiku ya Rabb
Yang bersyukur lebih atas segala rahmatMu
Betapa malunya, betapa tidak sebandingnya
Namun inilah sedikit yang mampu seorang Yasmin sembahkan untukMu Allah
Tuhan Semesta Alam


Diriwayatkan Aisyah r.a, ia berkata :
Nabi saw mengerjakan sholat malam hingga bengkak kedua telapak kaki beliau,
lalu aku katakan kepada beliau, 'Mengapa engkau melakukan seperti ini, ya Rosulullah, padahal dosamu yang lalu maupun yang akan datang telah diampuni oleh Allah?'
Beliau menjawab,
'Apakah aku tidak boleh menjadi hamba Allah yang bersyukur lebih?'

(HR Bukhori VIII/449 dan Muslim 2819 dan 2820)

Friday, April 26, 2013

Jihad

Tadi malam, saat saya sedang galau-galaunya cari uang buat bayar pesawat. Lalu tadi pagi, muncul di twitter kakak itu yang kece badai. Seorang kakak yang menginspirasi sekali. Prestasinya luar biasa, berani bermimpi dan membuktikannya. Mengingatkan saya lagi, untuk bangun dan tidak akan mengerdilkan diri saya sendiri. 

Pun rezeki itu Allah yang punya, bumi ini Allah yang punya. Ranah kerja saya hanya ranah usaha. Hasilnya biar Allah saja yang tentukan. Ketika saya sudah berusaha dengan sebenar-benarnya, saat itulah saya pantas untuk menyerahkan diri saya kepada Beliau. Konsep jihad ini yang saya pegang. Jihad secara artian adalah bersungguh-sungguh. Bukan terbatas dalam konteks perang, namun berjihad dalam segala hal adalah perintah Allah. Segala hal.

'Belum berjihad namanya, kalau belum bersusah payah"

Sudah bersusah payahkah hari ini?




Thursday, April 18, 2013


Seneng rasanya melihat semua orang berproses. Berproses menjadi lebih dari diri yang sekarang. Berproses membangun aktualisasi diri. Menjadi pribadi terbaik. Menjadi saya yang terbaik, menjadi aku yang terbaik. Karena Allah meminta amalan terbaikmu Yasmin..

Tuesday, April 16, 2013

Sunday, April 14, 2013

Skripsimu untuk siapa?

Namanya dr. Zainal Muttaqin, seorang ahli fisiologi di fakultas saya. Dosen paruh baya, yang sejak first impression beliau saat itu, langsung tercapture di pikiran saya. Kuliah dengan beliau itu seru, apalagi beliau bisa berbagai macam bahasa. Perancis, Inggris, Indonesia, Arab. Lengkaplah sudah. Jadilah kadang-kadang beliau ucapkan kata dengan multi bahasa. Sering ayat Al Qur'an mengalun di dalam kelas dari lisan beliau. Dengan halus, dr. Zainal kaitkan materi hari itu dengan beberapa ayat Al Qur'an. Semuanya mengalir freely. Ini yang namanya dakwah secara terang-terangan ya, hehe.

Tadi sedikit cerita tentang beliau. Inilah main themenya. Dengan berbagai pertimbangan, saya dan dua teman saya memilih beliau sebagai pembimbing skripsi kami. Sore itu, kami jadwalkan untuk menanyakan kesedian beliau.

Sejak awal kami memang hanya akan bertanya apakah ada penelitian dari dosen-dosen, begitu pun pada beliau. Namun jawaban beliau sangat menohok, mencelos sampai ke punggung. Belaiu bertanya, 'memangnya kalian passionnya dimana?' Kami yang memang berkeliling mencari dosen dari departemen mana pun jelas-jelas tidak berpassion terhadap bidang tertentu. Passion kami hanya ayo bikin skripsi lalu lulus S. Ked. Sebatas itu. Secara halus (benar-benar halus) kami 'dimarahi'. Kenapa kami tidak tentukan dulu passion kami, lalu ajukan judul pada beliau. Sebenarnya mengajukan judul baru boleh pada tahun ketiga. Tapi terlepas dari aturan ini, tersirat beliau menasihati kami kami agar jangan meminta-minta penelitian pada dosen. Ajukanlah dari kami sendiri.

Lagi beliau bertanya, memangnya niat kami apa mengerjakan skripsi? Mencelos lagi. Rasanya ingin keluar saja dari ruangan atau menghilang begitu saja. Dan nasihat-nasihat mengalir dari lisan beliau secara haluuuus. Bukan dengan marah-marah atau keras. Kalau boleh saya bahasakan, nasihat dari beliau adalah semuanya seharusnya untuk Allah. Mengerjakan apapun, skripsi, tugas, kuliah, semuanya untuk Allah. Pun tak lupa, beliau selipkan nasihat agar kami senantiasa berawal dari Al Qur'an, bukan mengawali semua darii jurnal. 'Kalau kalian sedang mengerjakan skripsi, pastikan di kanan kalian ada Al Qur'an yang siap menjadi rujukan'. MasyaAllah. Beliau selalu mengatakan itu kepada siapapun yag ingin dibimbing oleh beliau. Selama ini, penelitian beliau pun memang berputar antara hubungan antara Al Qur'an dan science. Saraf-saraf manusia dengan Al Qur'an yang memang terbukti berhubungan, sudah beliau teliti.

Sore itu, kembali harus mengembalikan niat. Alhamdulillah kami belum memulai, niat ini masih diluruskan. Dan saya sadar, saya belum minta izin sama Allah untuk memulai membuat skripsi. Seharusnya sebelum mencari dosen pembimbing skripsi, mengkode Allah dulu untuk jadi Pembimbing. Dan bimbingan awal saya hari ini dari Allah adalah luruskan niat sebelum memulai.

Coming soon! Yasmin Noor Afifah, S. Ked







Wednesday, April 10, 2013

Saturday, April 6, 2013

Khalifah satu ini :")


Malam telah pekat, selimut-selimut semakin dirapatkan para pemiliknya untuk menambah lelap. Angin sahara menderu akrab ditelinga, dingin menusuk, kesunyian hadir sejak tadi. Dia mengendap-endap keluar dari petak rumah sederhana, menyusuri setiap lorong perkampungan Madinah. Jubah kumal bertambalan itu menemaninya pergi. Ditajamkannya pendengaran, adakah rakyatnya menyelami derita yang luput dari perhatian. Diawaskannya mata, terdapatkah rakyat alami duka akibat kepemimpinannya. Jika dia berlalu dan mendengar dengkuran halus pemilik rumah, senyuman menemaninya berpatroli.

Sendirian, dia memamah malam, langkahnya berjinjit khawatir mengganggu istirahat rakyat yang begitu dicintai. Dari setiap detik yang mengalir, selalu kecemasan yang membayang di wajah pemberaninya, jangan-jangan di rumah ini ada janda dengan anak-anak yang kelaparan, atau khawatir di rumah selanjutnya orang tua terkapar kesakitan tanpa sanak saudara, adakah di rumah itu yang sakit hati karena pajak terlalu tinggi. Sendirian dia menikmati paruh malam, menyulam harapan keadaan rakyat sentosa senantiasa, merajut do’a agar rakyat dibawah naungan perlindungannya dilingkupi pilinan kedamaian. 

Langkahnya terhenti, ketika beberapa wanita terdengar bersenandung, dari bilik sebuah rumah: Adakah jalan untuk minuman memabukkan, Dan aku akan meminumnya Atau adakah jalan, Kepada Nashr bin Hajjaj? Saat itu, dia berdiam lama, menghafal sebuah nama asing dalam hatinya, Nashr bin Hajjaj. Selanjutnya patrolinya dilanjutkan, hingga waktu fajar sebentar lagi menjemput. 

Pagi harinya, dia mencari tahu nama yang didapatinya tadi malam. Salah seorang pembantunya menghadapkan seorang laki-laki dari suku Sulaym, Nashr bin Hajjaj. Berdiri tegap sang pemuda. Dia memandangnya lekat. Pemuda yang menakjubkan, ketampanannya mempesona, rambutnya indah. Dia mengingat syair wanita semalam. Akhirnya sang pemuda diperintahkan untuk memotong rambut, ketika kembali, Nashr tampak lebih tampan, dia pun menyuruhnya mengenakan ikat kepala, kali ini pun Nashr terlihat lebih mempesona. Khawatir menimbulkan banyak fitnah dan kemudharatan di tempat berdiamnya selama ini, Dia pun mengamanahkan Nashr tugas mulia, menjadi anggota pasukan tentara dengan jaminan kehidupan yang lebih baik. Wajah Sang pemuda pun berbunga.

Siapakah dia, yang sangat khawatir terjadi kerusakan akhlak para wanita hingga memikirkan solusi terbaik dengan memindahkan Nashr? Tebak, siapa pemimpin yang begitu tulus mencintai rakyatnya dengan berjalan dari satu lorong ke lorong yang lain untuk mencari tahu adakah rakyatnya yang tidak dapat tidur nyenyak? Ya, saya sepakat denganmu sahabat, Dia adalah Umar Bin Khattab, khalifah kedua bergelar amirul mu’minin, pemimpin bagi orang-orang mu’min. Begitu Mahsyur.

Suatu periode dalam kepemimpinan Umar, terjadilah Tahun Abu. Masyarakat Arab, mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.

Putus asa mendera dimana-mana. Saat itu, Umar sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya seksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari diinstruksikan menyembelih onta-onta potong dan disebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong ribuan rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran ditangan ini”.

Sejarah menorehkan kisah Umar yang mengharamkan daging, samin dan susu untuk perutnya, khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu hanya menyantap minyak zaitun dengan sedikit roti. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu dengan api”. Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, hingga rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar”. 

Tahun abu pun berlalu. Daerah kekuasaan Islam bertambah luas, pendapatan negara semakin besar. Masyarakat semakin makmur. Apakah umar berhenti berpatroli? Masih dengan jubah kumal, umar didampingi pembantunya berkeliling merambahi rumah-rumah berpelita. Kehidupan keluarga umar, masih saja pas-pasan. Padahal para gubernur di beberapa daerah hidup dalam kemewahan. Para sahabat, mulai berkasak-kusuk, mereka mengusulkan untuk memberi tunjangan dan kenaikan gaji yang besar untuk Umar. Namun, para sahabat tidak berani menyampaikan usul ini langsung kepada umar. Lewat Hafsah putri Umar, yang juga janda Rasulullah, usul ini disampaikan. Sebelumnya mereka berpesan supaya tidak disebut nama-nama mereka yang mengusulkan.

“Siapa mereka yang mempunyai pikiran beracun itu, akan ku datangi mereka satu persatu dan menamparnya dengan tanganku ini,” berangnya kepada Hafsah. Selanjutnya tatapannya meredup, dipandanginya putri kesayangan itu, “Anakku, makanan apa yang menjadi santapan suamimu, Rasulullah?” Hafsah terdiam, pandangannya terpekur di lantai tanah. Ingatan hidup indah bersama sang purnama Madinah, tergambar. Terbata Hafsah menjawab, “Roti tawar yang keras, ayah. Roti yang harus terlebih dahulu dicelup ke dalam air, agar mudah ditelan”.

“Hafsah, pakaian apa yang paling mewah dari suamimu,” seraknya masih dengan nada kecewa. Hafsah semakin menunduk, pelupuk mata sudah tergenang. Terbayanglah tegap manusia sempurna, yang selalu berlaku baik kepada para istrinya. “Selembar jubah kemerahan, ayah, karena warnanya memudar. Itulah yang dibangga-banggakan untuk menerima tamu kehormatan”. Pada saat menjawab, kerongkongan Hafsah tersekat, menahan kesedihan.

“Apakah, Rasulullah membaringkan tubuh diatas tilam yang empuk?” pertanyaan ini langsung dipotong Hafsah “Tidakk!” pekiknya. “Beliau berbantal pelepah keras kurma, beralaskan selimut tua. Jika musim panas datang, selimut itu dilipatnya menjadi empat, supaya lebih nyaman ditiduri. Lalu kala musim dingin menjelang, dilipatnya menjadi dua, satu untuk alas dan bagian lainnya untuk penutup. Sebagian tubuh beliau selalu berada diatas tanah”. Saat itu meledaklah tangis Hafsah. 

Mendengar jawaban itu, Umar pun berkata, “Anakku! Aku, Abu Bakar dan Rasulullah adalah tiga musafir yang menuju cita-cita yang sama. Mengapakah jalan yang harus kutempuh berbeda? Musafir pertama dan kedua telah tiba dengan jalan yang seperti ini.” Selanjutnya Umar pun menambahkan “Rasulullah pernah berkata: Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan untuk hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang yang berpergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak dibawah pohon, kemudian berangkat meninggalkannya”.

Pada saat kematian menjelang lewat tikaman pisau Abu Lu’Lu’a, budak Mughira bin Syu’bah, ringan ia bertutur, “Alhamdulillah, bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang muslim”. Mata yang jarang terlelap karena mengutamakan rakyatnya itu menutup untuk selama-lamanya. Umar pun syahid, dalam usia 60 tahun. Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiiun.


Jatuh cinta sama Umar <3

Friday, April 5, 2013

Selftalk

Saya merasa kehilangan gaya penulisan ale-ale dan gak jelas sekarang. Saya orangnya jadi agak serius. Diagnosis saya sih karena buku yang saya baca akhir-akhir ini bueraaat bener. Sampe saya harus bawa laptop di luar karena berat tas saya ampun ampunan (--"). Kesimpulannya, fix, harus baca buku lucu nih!

Monday, April 1, 2013

Rasanya baru hari ini saya kenal kalian. Habit kalian. Gimana kalian belajar. Gimana kalian bercanda, bahasan apa yang kalian suka omongin. HIngga kejujuran yang selama ini kalian simpan tentang saya. Dan sekarang saya pun tahu alasan-alasan atas apa yang saya prasangkakan sendiri selama ini.

#sore #hujan #jakal

Perjalanan #1