Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku
Di dalam Pancasilamu jiwa seluruh nusaku
Kujungjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia
Bagi kami almamater kuberjanji setia
Kupenuhi dharma bakti untuk ibu pertiwi
Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan nusantara
Pagi ini, lagu ini berkumandang. Di lecture, iya di lecture. Dengan seorang dokter sebagai pemimpinnya.
Lecture yang berjudul "Anemia in Children" pagi ini, lebih cenderung nasionalis daripada klinis.
Bahkan di akhir, beliau sempat memainkan wayang yang beliau bawa sendiri. Salut :")
Di akhir saya tahu, bahwa beliau dulu seorang Dewan Mahasiswa. Seketika itu, saya berdoa semoga jiwa keUGMan ini masih hadir di hati para aktivis kampus, para pencipta peradaban, para pembawa perubahan, yang kita kenal dengan sebutan mahasiswa.
Sedih rasanya kalau mengingat saat materi ke-UGM-an sewaktu PPSMB hanya dilewatkan dengan terkantuk-kantuk oleh mahasiswa baru, mungkin juga dulu saya pun begitu. Padahal dari sini, rasa memiliki itu ditumbuhkan. Rasa cinta pada almamater itu dihadirkan. Sehingga kesadaran bahwa 'kita ada untuk bangsa' itu tetap menyala di hati masing-masing mahasiswa. Sampai pada saatnya Gadjah Mada melepas kita, kita tidak lagi kehilangan arah untuk apa ilmu yang sudah diamanahkan Alloh ini. Sejak awal, Gadjah Mada telah menunjukkan arah masiing-masing kita. Karena kita ada untuk Indonesia
***
Selamat ulang tahun Universitas Gadjah Mada. Selamat karena telah tegak berdiri lebih dari setengah abad menjadi bagian dari pendidikan akbar di Indonesia. Kalau tanpa perjuangan Prof. Sardjito dan rekan-rekan, kalau saja dahulu keraton dengan egoisnya tidak bersedia menyumbangkan tanah untuk mendirikan Universitas ini, mungkin sekarang angka 63 itu tidak akan ada. Universitas Gadjah Mada hanya akan menjadi wacana. Begitu pula RSUP Dr. Sardjito, kalaulah kandang kuda itu tidak direlakan oleh keraton, entah dimana kami para mahasiswa Fakultas Kedokteran harus mengasah skills kami. Karena dari sanalah terlahir dokter-dokter hebat dengan skills luar biasa.
Melihat sejarah ini, kita mendapat satu point penting bahwa Universitas ini memang tidak dibangun dengan sedikit pengorbanan. Dan bukan hanya satu dua orang saja.
Membuka kembali memori kita tentang sejarah Indonesia, Indonesia pernah menjadi negara yang kuat. Negara pembangun peradaban. Hingga muncullah Candi Borobudur dengan arsitekturnya yang tahan gempa. Adanya kebudayaan wayang, siapa yang membuat peradaban ini kalau bukan Indonesia? Indonesia adalah bangsa yang tidak hanya cerdas, tapi juga bisa membentuk culture.
Jika mengingat sejarah pemuda yang sering sekali dibahas, pergerakan itu dimulai dari seorang mahasiswa kedokteran. Poros pergerakan pemuda bangsa ini berada di tangan seorang dokter. Manis rasanya jika mengingatnya. Namun prihatin, jika melihat kenyataan hari ini. Pun saya prihatin dengan keadaan saya sendiri. Saya merasa sebagai mahasiswa kedokteran, kami lebih sibuk tenggelam dengan textbook. Hingga berita universitas saja mungkin menjadi yang paling terakhir mengetahuinya, itu pun sudah terlambat. Bahkan kadang miss. Terlebih lagi jika ditanya berita negara, melihat televisi pun kami belum tentu. Membaca koran pun kalau sempat saja. Astaghfirulloh, mahasiswa macam apa ini. Negarawan macam apa ini.
Alhamdulillah hari ini diingatkan. Mengenang dan merenungi kembali perjuangan Dr. Sardjito, seperti pengingat bagi kami. Tersirat sebuah pesan: jadilah dokter hebat, tapi bukan dokter yang egois. Akan tetapi jadilah seorang dokter untuk Indonesia.
Dirgahayu Universitas Gadjah Mada.
Tetaplah menjadi universitas kerakyatan.
Tetaplah menjadi universitas yang sederhana,
dan jangan pernah lelah membangun bangsa Indonesia
"Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua. Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku"
Tertanda,
Civitas Akademika Universitas Gadjah Mada,
Dokter hebat untuk Indonesia di masa depan,
Rakyat Indonesia
No comments:
Post a Comment