'Didiklah anakmu bahkan sebelum dia ada dalam rahimmu'
Tentang jalanan. Keras. Kata orang hidup di jalanan itu keras. Tapi siapa yang sangka, menjadi anak rumahan sama kerasnya. Orang-orang biasa menyebut mereka 'anak kolong'.
Hari itu, seseorang bercerita di hadapan saya. Dulu, dia hidup dengan status sebagai anak kolong. Tinggal di perumahan, dengan orang tua berada, dengan pangkat yang masih menjadi nilai paling dipandang di mata masyarakat. Anak kolong mungkin hidup dalam gelimangan harta, tapi belum tentu bergelimang harta itulah yang dibutuhkan. Ada kasih sayang, ada perhatian. Bukan dari pembantu, tapi dari orang tua. Klise! Tapi itulah yang nyata-nyata terjadi di masyarakat. Dan seorang anak kolong ini --yang bercerita di hadapan saya-- salah satu anak kolong yang mengalami itu.
Berbagai tekanan yang beliau hadapi, dipaksa masuk kedokteran. Padahal beliau menyadari bahwa beliau tidak mau dan merasa tidak mampu. Diberi uang jajan berlebihan. Ternyata, semua tekanan ini, menjerumuskan beliau ke dalam dunia gelap. Narkotika.
Hingga saat ini, beliau telah melakukan rehabilitasi sebanyak tujuh kali. Baru bisa berhenti dari mengkonsumsi obat-obatan. Fakta lain, ketika seseorang terjebak dalam kungkungan narkoba, maka satu pikiran yang ada ketika bangun tidur adalah 'dimana? darimana? bisa mendapatkan barang'. Hingga nantinya, kecenderungan pemakai adalah mencuri. Pun begitu dengan beliau. Hingga beliau dikucilkan masyarakat, dibenci orang tua. Sebuah keadaan dimana beliau tidak hanya sakit secara fisik, tapi juga psikologis.
Satu cerita, beliau sakaw. Tubuhnya meraung-raung meminta barang haram itu. Di depan orang tuanya sendiri, beliau kesakitan. Respon dari ayah beliau adalah 'mampus kamu! salah siapa!'. Tapi tidak dengan seorang ibu, 'ayo nak. cari obat. cari dimana?'. Hingga kemudian beliau bercerita bahwa ayah, ibu, dan beliau sendiri akhirnya mencari obat. Dan menyuntikkannya di hadapan orang tuanya. Orang tua mana yang tidak sakit melihat anaknya yang seorang pengguna narkoba menggunakan obat di hadapannya? di depan kedua matanya?
Dari diskusi itu, saya menyadari. Betapa, betapa pentingnya mendidik anak bahkan sebelum anak itu ada di dalam rahim. Yang kita dapatkan hari ini, adalah yang akan anak kita dapatkan besok. Bagaimana kita menempa diri sekarang, adalah sebuah gambaran bagaimana anak kita akan kita didik besok. Bagaimana kemudian kita mampu mengapresiasi hal-hal yang anak kita berhasil lakukan. Hal kecil misalnya nilai 8. Mungkin bagi kita itu biasa saja, tapi itu adalah sebuah prestasi. Menjadi masalah ketika kita marah jika anak kita mendapat nilai 5, namun biasa saja ketika mendapat nilai 8. Maka anak akan mencari perhatian dengan cara yang lain. Narkoba misalnya.
Abstrak awalnya. Pun di mata saya. Karena saya tidak melihat itu terjadi. Hanya di televisi. Dan saya cuma berpikir 'ah paling salah pergaulan'. Tapi ternyata, kita. Kita sendiri yang mungkin menjadi penyebab awal hancurnya anak kita. Na'udzubillah..
Jadi, parenting itu bukan untuk di-anti-in. Tapi untuk disiapkan :)
No comments:
Post a Comment